https://aceh.times.co.id/
Hukum dan Kriminal

Dinas Kehutanan Simeulue Hentikan Pembukaan Lahan Sawit PT RJM di Teluk Dalam 

Jumat, 27 Januari 2023 - 20:59
Dinas Kehutanan Simeulue Hentikan Pembukaan Lahan Sawit PT RJM di Teluk Dalam  Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Simeulue saat memasang plat penghentian pembukaan lahan milik PT RJM di Teluk Dalam. (Foto: Kadri /Times Indonesia)

TIMES ACEH, SIMEULUE – Diduga tidak memiliki izin dan masuk dalam kawasan Hutan Negara, aktivitas pembukaan lahan baru di Kecamatan Teluk Dalam yang diduga dilakukan oleh PT Raja Marga (PT RJM) di Simeulue, Aceh dihentikan. 

Hal itu diketahui setelah petugas Dinas Kehutanan Simeulue memasang plang yang bertuliskan “Stop dan Hentikan Pembukaan Wilayah Hutan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK/580/MENLHK/SEKJEN/2/2018 AREAL INI MASUK DALAM KAWASAN HUTAN NEGARA”.

Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Simeulue, Hasrat saat dikonfirmasi membenarkan penghentian sementara aktivitas pembukaan lahan tersebut hingga yang bersangkutan mendapatkan izin dari pihak yang berwenang.

“Sudah kita hentikan sementara, sampai dengan yang bersangkutan mendapat izin dari pihak berwenang,” kata Hasrat kepada TIMES Indonesia, Kamis (26/01/2023).

Staf Dinas Kehutanan Aceh, M. Nasir mengatakan pengakuan dari pihak pekerja di lapangan bahwa lahan tersebut merupakan lahan milik PT Raja Marga yang dibeli dari masyarakat untuk perkebunan kelapa sawit. Cara pembelian lahannya dilakukan melalui perantara atau pihak ketiga.

“Itu lahan milik PT Raja Marga. Itu pengakuan dari pekerja yang kami tanya di lapangan. Sudah dipastikan itu kawasan hutan, mana ada punya pribadi,” tegas Nasir.

Nasir menegaskan terkait penyetopan aktivitas perambahan hutan di Kecamatan Teluk Dalam, pihaknya besok akan menyurati secara resmi Pemerintah Daerah. Menurut data dari petugas BKPH, lokasi tersebut adalah wilayah kawan hutan produksi. 

Dinas-Kehutanan-Simeulue-b.jpgDinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Simeulue saat mendatangi lokasi pembukaan lahan milik PT RJM di Teluk Dalam. (Foto: Kadri /Times Indonesia)

“Untuk menghentikan, ada surat resmi dari Kehutanan ke Bupati. Besok insya Allah udah siap itu,” tegas Nasir.

General Manager PT Raja Marga, Said Mustajab membantah punya kewenangan di PT Raja Marga di Simeulue. Menurutnya dia hanya memiliki saham di PT Raja Marga di Nagan Raya.   

“Itu lahan saya pribadi yang saya beli dari masyarakat. Itu masih saya jalankan. Gak saya hentikan. Nasir tidak punya hak, tidak punya wewenang untuk menghentikan. Kemungkinan akan saya akan lapor balik. Di Nagan Raya memang saya punya saham di PT Raja Marga tapi kalau di Simeulue, saya hanya buka lahan,” katanya.

Ditanya soal izin, Said menjawab dia berpedoman seseuai dengan akte dari Camat setempat. “Sesuai dengan prosedurnya dan ketentuannya, kalau perizinan itu kan khusus untuk perusahan. Kalau pribadi kita kan cuma dari akte aja, kita cuma bayar PBB saja,” jelas Said.

Sementara ditanya soal Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan terkait aktivitas pembukaan lahan sawit tersebut, Said mengaku kurang tahu. Menurutnya dia hanya menyewa alat berat dari PT Raja Marga.

“Soal BBM itu kurang tahu, mungkin industri, tanya ke Raja Marga,” katanya.

Di lain pihak, Camat Teluk Dalam Supriman Juliansyah, SP saat dikonfirmasi mengatakan bahwa sebelumya Pemerintah Kecamatan Teluk Dalam telah melayangkan surat imbauan agar masyarakat Teluk Dalam tidak menjual tanah kepada pihak ketiga untuk pembukaan lahan sawit, kecuali untuk kerjasama.

Supriman juga menegaskan tidak pernah menandatangani surat terkait lahan tersebut. Bahkan dia meragukan pernyataan Said Mustajab yang mengatakan lahan seluas itu merupakan lahan pribadinya.  

”Saya ragu jika itu milik pribadi. Lahan seluas itu tidak mungkin milik pribadi, itu perusahaan,” katanya.

Supriman juga turut hadir pada saat pemasangan plang penghentian aktivitas perambahan dan perusakan hutan tersebut. “Hari pertama kami bersama Dinas Kehutanan dan Hari kedua kami bersama Dinas Perkebunan,” jelasnya. 

Dikonfirmasi terpisah, mantan Wakil Ketua DPRK Simeulue periode 2009-2014 Hasdian Yasin, mengatakan sejak awal PT Raja Marga dinilai tidak punya niat untuk membantu perekonomian masyarakat di bidang perkebunan sawit. Sementara, PT Raja Marga tetap mengharap pasokan TBS sawit dari masyarakat Simeulue.

“Sementara mereka tidak punya kebun milik sendiri. Yang kita sesali harga pembelian TBS dari masyarakat jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga di daratan. Mereka mengabaikan instruksi harga TBS Sawit dari Pemerintah Aceh yang selisih harga pembeliannya mencapai Rp600 lebih perkilo gram,” ujar Hasdian yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Simeulue itu.

Menurut Hasdian, seharusnya PT Raja Marga membantu petani atau kerjasama dengan petani sawit Simeulue. Misalnya, membantu petani dalam hal pembelian pupuk yang diangsur pembayarannya oleh petani. Demikian juga halnya terhadap sistem petani plasma. 

"Harusnya mereka sebagai bapak angkat petani Simeulue, dibantu bibit dibantu biaya pembukaan, penanaman. Ini tidak dilakukan. Mereka hanya berharap buah TBS dari petani. Yang sangat disayangkan malah dilakukan perambahan hutan besar-besaran yang meski sudah dihentikan oleh pemerintah daerah. Namun ekses dari perambahan hutan tersebut sangat besar efeknya terhadap kelestarian lingkungan hidup. Apalagi hutan yang dirusak tersebut merupakan lumbung penampung air di sekitar tepi danau laut tawar. Laut tawar itu aset daerah lumbung penyediaan air, aset untuk massa depan. Ini harus ada konsekuensi hukumnya,” ucap Hasdian.

Terkait konsekuensi hukum atas perambahan hutan oleh PT RJM tersebut, Hasdian mendesak penegak hukum agar memproses sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 disebutkan bahwa "Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budidaya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan". Adapun ancaman ketidakpatuhan terhadap Pasal tersebut berupa ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 yaitu penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.(*)

Pewarta : Kadri Amin
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Aceh just now

Welcome to TIMES Aceh

TIMES Aceh is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.